Pengantar/ Materi Kuliah Veda (resume) III
Selamat datang di materi yang ke dua ini, disini adalah lanjutan materi sebelumnya. silahkan ke materi sebelumnya.
BAB X AGAMA
Berdasarkan ajaran teori relativitas dinyatakan bahwa tiap yuga ada kecendrungan tertetu bahwa tiap jaman memiliki kitab yang berbeda – beda. Didalam jaman kerta yuga kitab weda yang utama, dalam jaman treta yuga kitab Dharmasastra yang utama, di jaman dwapara yuga kitab purana sebagai pegangan utama dan pada jaman kali yuga kitab Agamalah yang paling utama. Dengan demikian pada jaman ini kitab agamalah yang mesti dijadikan pegangan yang utama. Namun bukan berarti hindu menolak kitab Weda pada jaman kali yuga. Kitab agama tergolong mengajarkan tentang mantrayana. Berdasarkan kitab Agama ada empat sistim pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yaitu :
1) sistim jnana
2) sistim yoga Semadhi
3) sistim Kriya atau ritual secara esotrisna
4) sistim charya atau pemujaan dalam bentuk sistim exotrisna
Berdasarkan madzad – madzad maka kitab agama itupun dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu : kelompok Waisnawa, kelompok Siwaisme dan kelompok Sakta. Sayangnya madzad – madzad ini memberi dampak yang keliru sehingga terkesan negative. Karena adanya salah tafsir terutama oleh penulis – penulis yang terlalu melebih – lebihkan penggambarannya.
10. 1 Kelompok Kitab Agama Untuk Waisnawa
Isi dari kitab ini adalah mengajarkan mengenai cara pemujaan terhadap Dewa Wisnu dan segala manifestasinya. Berdasarkana penelitian kitab ini dapat dihimpun menjadi empat bagian yaitu :
1) pancharatra sumber utama yang ada dalam kitab ini adalah dalam santi parwa yang mana menyebutkan ada tujuh nama – nama yang dikenal yaitu : brahma, saiwa, kumara, wasistha, kapila, gautamiya, dan naradiya.
2) pratisthasara
3) waikhasana
4) wijnanalalita
Adapun kitab yang tergolong dalam kitab Waisnawa berdasarkan catatan k.k 214 naskah kitab Waisnawa yang kitabnya terdiri dariiswara, sattwata, brhad, brahma, dll. Adapun madzad yang terkenal sekarang ini dari madzad waisnawa adalah Harekrsna yang berpegang pada kitab bhagawatam dan bhagawadgita.
10.2 Kelompok Kitab Agama Untuk Siwaisme
Madzad siwa berpusat perhatian pada pemujaan terhadap siwa dan segala manifestasinya. Agama adalah dasar perkembangan dari madzad siwa dimana saja. Adapun dalam madzad ini mengakui 28 buah kitab agama yang mana kitab Kamika agama yang dianggap paling penting. Perkembangan madzad siwa di kasmir disebut pratyabhijnha ini berkembang di daerah utara, dan di daerah selatan disebut sebagai madzad siddhanta. Dalam madzad ini tidak hanya berpegang pada kitab weda tetapi juga berpegang pada kita weda sruti dan dharmasastra. Dalam madzad ini tidak memandang ada perbedaan status seperti catur warna.
10.3 Kelompok Kitab Agama Sakta
Madzad ini merupakan bagian dari siwa pada umunya hal ini terlihat dalam sakta dialog antara siwa dengan dewi parwati dan lebih khusus disebut sebagai madzad tantra. Tantrayana pada dasarnya berorientasi pada madzad Sakta dengan sakti atau dewi sebagai segala pusat perhatian. Ada beberapa buku yang perlu diperhatikan untuk memberi keterangan tentang madzad in adalah maha nirwana tantra, kutarnawa, kulasara, prapanchasara, tantraraja, rudra yamala, brahma yamala, wisnu yamala, todala tantra dll. Diantara yang paling terkenal ialah iswara samitha, ahirbudhnyasamitha, sanatkumara samitha, narada samitha, pancharatra samitha, sapanda pradipaka dan maha nirwana tantra. Adapun perwujudan dalam bentuk sakti dewi ini terdapat pada jaman Hayam Huruk berbentuk candi.
BAB XI BEBERAPA ATURAN DALAM MEMPELAJARI WEDA
11. 1 Cara Belajar Dan Mengajar Membaca Weda
Bagi orang yang ingin belajar Weda umur termuda adalah empat tahun dan paling lambat umur 22 tahun selebihnya dari umur itu sudah tidak baik karena dalam sastra dikatakan Wratya dan tidak cocok sebagai orang Arya. Adapun factor – factor yang mesti diperhatikan dalam belajar Weda ialah : pengenalan huruf dan suaranya. Adapun huruf yang dimaksud adalah huruf dewanagari. Menurut kelompok daerah artikulasinya pada waktu pengucapan jenis huruf ini dabagi atas dua bagian yaitu:
1) Kelompok huruf swara (huruf hidup ) yang terdiri atas : a,a,i,i,u,u,e,ai,o,au,r,rr,lr,ll,rr
2) Kelompok huruf wyanjana (huruf mati) terdiri atas :
K, kh, g,gh,,ng (n)
C, ch, j, jh, n
T, th, d, dh, n
P, ph, b, dh,m
S, s (sn), s (c), h
Ks, (ksh), tra, jn
Jadi jelasnya mengenal suara, mengucapkan dengan tepat dan memberikan tekanan secara tepat itu hal yang perlu diperhatikan dalam membaca Weda dan jangan lupa selalu berlindung dibawah Tuhan Yang Maha Esa.
Faktor yang kedua yang mesti diperhatikan adalah pengenalan terhadap arti kata yang diucapkan atau disebut Wyakarana. Berbeda cara membaca, berbeda juga artinya jadi harus benar – benar diberikan perhatian khusus. Kapan kita memberi tekanan kuat, kapan melemah, kapan panjang, dan kapan pendek. Kesemuanaya harus dijelaskan dalam belajar apakah kepada anak kecil atau dewasa dan mereka harus tunduk terhadap aturan serta cara – cara itu. Mulai dari sekarang kenalilah huruf itu dan mencoba mengejanya, mengenal suaranya sehinga dengan itupun kita akan mendapat pahala.
11.2 Ketentuan – Ketentuan Dalam Weda
Berdasarkan ketentuan dari kitab Smrti bahwa bagi orang yang ingin belajar Weda yang pertama harus di upanayana atau istilah Balinya disebut mawinten yang bertujuan untuk menyucikan orang itu secara lahir dan bathin. Sehingga dalam proses belajarnya mudah memahami pelajaran weda dengan baik setelah itu baru boleh membaca mantra. Upanayana ini dimuat dalam Manawadharmasastra II. 37 bahwa “ upanayana dilakukan pada umur lima tahun dan paling lambat umur 24 tahun (M II.38) dan bila lewat dari itu disebut sebagai Wratya dan tidak boleh diakui sebagai orang arya (M II.39)”. dan diwajibkan ketika mengucapkan mantra harus didahului dengan Om dan diakhiri juga dengan Om hal ini ditegaskan dalam Manusmrti Bab II.74.
Dalam pengucapan mantra harus disertai dengan jasad yang suci lahir dan bathin dengan melakukan pranayama dan pengucapan matra – mantra pawirta, setiap harinya kita harus membaca Trisandhya, dan ketentuan lainnya bagi siswa agar selalu melatih dan membiasakan diri dengan melakukan tapa brata. Dan hal – hal yang dilarang ketika membaca mantra adalah jangan membaca mantra sambil tidur – tiduran, ketika hujan, ketika gempa bumi, ketika angin ribut, dan dalam keadaan cuntaka agar apa yang kita lakukan mendapat Pahala. Dan ketentuan ini tidak berlaku bagi pendeta.
BAB XII PENYEBARAN AJARAN WEDA
Penyebaran weda berdasarkan ketentuan Rg weda X.71.3 telah tersebar luas dan popular melalui lagu yang disampaikan melalui yajna. Dengan demikian maka Weda akan didengar oleh masyarakat umum tanpa mengenal batas. Menurut Rg weda X.71.4 ada empat macam orang yang akan menyebarkan weda yang sesuai dengan profesinya yaitu :Ahli kawisastra, seniman, ahli – ahli yang akan mengubah dan membahas weda dan para pendeta yang melakukan yajna.
Penyebaran menurut pustaka suci Yajur Weda XVI. 1.2.3 dan Rg weda II. 23 yang pada intinya menyebutkan bahwa ajaran weda harus dipopulerkan dan diajarkan kepada semua golongan tanpa membeda- bedakan golongan mereka. Ajaran weda itu harus dihayati bukan hanya untuk dwijati saja tapi juga oleh Sudra dan orang nonhindu pun dapat diajarkan weda itu. Dengan demikian weda akan menjadi popular dan dapat merubah dunia dengan menjadikan pembacanya menjadi orang yang baik.
Adapun pahala bagi orang yang mempelajari Weda, Maha Rsi Manu di dalam Manawadharmasastranya menjelaskan hala – hal sebagai berikut:
Manawadharmasastra Bab II. 14
Srutidwaidam tu yatrasyatm tatra dharmawubhau smrtau,
Ubhawapi hi tau dharmau samyag uktau manisibhih
Terjemhannya:
Pengetahuan smrti diwajibkan bagi mereka yang berusaha mempeloreh pahala material dan kebahagiaan duniawi sedangkan mereka yang ingin memperoleh pahala rohani itu, sruti adalah mutlak
Manawadharmasastra Bab II.26
Waidikaih karmabhih punyair nisekadir dwijan manam,
Karyah sarirasamskarah pawanah pretya ceha ca
Terjemahan :
Dengan melaksanakan upacara – upacara keagamaan yang diwajibkan oleh weda, upacara praenatal dan samskara serta upacara – upacara lainnya akan mensucikan badan serta membersihkan diri seseorang dari dosa – dosanya seteah mati
Manawadharmasastra Bab III. 66
Mantrastu samrddhani kulanyalpa dhananyapi.
Kulasamkhyam ca gacchanti karsanti ca mahadyasah
Terjemahan :
Keluarga yang kaya akan pengetahuan weda, walaupun hartanya sedikit mereka tergolong diantara orang – orang besar dan terkenal
Manawadharmasastra Bab XI.57
Brahmajjnata wedaninda kauta saksyam suridwadah,
Garhitanadyayorjagdhih surapana samani sat
Terjemahan :
Melupakan weda, menentang weda, member kesaksian palsu pembunuhannteman sendiri, memakan makanan yang dilarang, menelan makanan – makanan yang tal layak sebagai makanan adalah enam macam kesalahan yang dosanya sama dengan minum sura
Manawadharmasastra XI.246
Wedabhyaso nwaham saktya mahayajnakriya ksama,
Nasayantyasu papani mahapataka janyapi
Terjemahan:
Mempelajari weda setiap harinya, melakukan panca maha yajna sesuai kemampuannya, sabar dalam menderita, semuanya itu cepat atau lambat akan meleyapkan semua dosa – dosanya walaupu dosa besar sekalipun
Dalam hal ini juga ditegaskan dalan Maitri Upanisad IV. 1.2.3 bahwa merupakan jaminan bagi seseorang akan mencapai kesempurnaan melalui belajar weda serta melakukan kewajiban – kewajiban dengan teratur. Disamping itu dalam Candogya Upanisad XXIII.1 yang menegaskan bahwa “ada tiga kewajiban yang harus dilakukan yaitu melakukan kurban, mempelajari weda dab berdana (bersedekah), itu adalah kewajiban utama. Hidup bertapa merupakan kewajiban kedua sedangkan hidup berumah tangga dengan mengajarkan weda merupakan tugas yang ketiga. Semua itu akan membawa kebajikan pada dunia. Ia yang tetap berdoa akan mencapai kesempurnaan. Jadi sudah menjadi kewajiban kita bersama untuk selau hidup berdasarkan ajaran weda dan penyebaran ajaran weda kepada semua umat di dunia yang menunjukkan weda bersifat universal.
BAB XIII PETUNJUK PENGGUNAAN WEDA
Dalam menghayati weda tidak cukup melihat aspek Sruti atau Smrtinya saja tetapi seluruh produk Smrti dan wibandha itupun perlu harus dihayati dan dikaji. Sebelum mempelajari weda harus didahului dengan mempelajari kitab Itihasa dan Purana. Dari manusmrti II. 12 menegaskan bahwa kebajikan yang merupakan hakikat daripada Dharma diwujudkan didalam dunia ini berdasarkan kaedah yang tertera dan tersirat dalam Sruti dan Smrti, sadacara, serta Atmanastuti. Karena didalamnya menulis tingkah laku manusia, lembaga – lembaga hindu dalam lingkungan masyarakat Hindu tidak dapat lepas dari kaedah itu.
Sebagai gambaran perbandingan yang mudah, Weda Sruti adalah merupakan UUD agama Hindu dan Weda Smrti adalah UUP Agama Hindu. Dengan demikian peganglah kitab itu sebagai tuntutan hidup yang sesuai dengan keadaan. Adapun sumber hokum yang dijadikan acuan oleh Lembaga Agama Hindu yaitu : Manawadharmasastra XII.108 yang menyatakan “kalau ditanya bagaimana hukunya sedangkan ketentuan belum dijumpai secara khusus maka para sista (ahli) dalam bidang itu akan menetapkan sebagai ketentuan yang mempunyai ketentuan hokum. Manawadharmsastra XII.109 yang menyatakan bahwa “para brahmana tergolong sista menurut weda, adalaha mereka yang mempelajari weda lengkap dengan bagian – bagiannya yang dapat membuktikan pandangnya dari segi Sruti. Manawadharmasastra XII.110 yang menyatakan bahwa “ apapun juga bentuk parisada itu jumlahnya sekurang – kurangnya 10 orang atau tiga orang yang sesuai menurut fungsi jabatannya, keputusannya dinyatakan sah yang tidak dapat diganggu gugat”.
Manawadharmasastra XII. 111 yang menyatakan bahwa “ tiga orang yang ahli weda, seorang ahli dibidang logika, seorang yang ahli bidang mimamsa, seorang ahli bidang nirukta, seorang ahli bidang pengucapan mantra, dan tiga orang dari golongan pertama merupakan anggota parisada ahli yang terdiri dari 10 anggota. Manawadharmasastra XII.112 yang menyatakan bahwa “seorang yang ahli dibidang Rg weda, seorang yang mengerti Yajur weda, dan seorang yang ahli samaweda dinyatakan sebagai anggota majelis parisada yang mempunyai wewenang dalam memutuskan bila perumusan hokum Hindu itu diragukan.
Jika Materi ini bermanfaat Silahkan di download pada materi yang telah disediakan.
No comments:
Post a Comment