Ngeyehin Karang ~ PECINTA IPA <meta content='PECINTA IPA' name='keywords'/>

PECINTA IPA

Memuat Segala Ilmu Pengetahuan


Friday, December 10, 2021

Ngeyehin Karang

Ngeyehin Karang 

Gambar Ngeyehin Karang , Sumber : Wartika Youtube Chanel

Om Swastyastu Selamat datang di pecinta ilmu pengetahuan apapun,  saya akan mencoba membahas tentang hal yang ada di desa saya tercinta yaitu desa Pedawa. Sebelumnya saya ingin perkenalkan dulu tentang Desa saya tercinta ini. Desa pedawa merupakan salah satu desa Bali Aga yang terletak di Bali Utara yaitu di Kabupaten Buleleng. Desa pedawa berbatasan dengan beberapa desa yaitu Cempaga, Sidatapa, Tigawasa, kemudian ada Banyuseri terus ada Desa Asah Gobleg. Mungkin Sebagian besar orang mengenal Desa Pedawa dengan Adatnya yang unik, Bali Aganya atau Gula Pedawa dan juga kopi Pedawa (Adubaiii Jaen...ne kanti Kepolo.....).

Untuk kali ini ada beberapa sih yang sebenarnya ingin saya bahas Akan tetapi sekarang saya akan lebih fokus tentang budayanya atau adatnya. Seperti adat di Bali lainnya memang konsep adat dan budaya dari Desa Pedawa hampir Mirip akan tetapi caranya yang berbeda. Kalau di Bali menyebut istilah perbedaan itu dengan istilah Desa Kala Patra yang memiliki ciri khas yang unik di beberapa daerah atau Desa, tak terkecuali desaku tercinta atau Desa Pedawa. 

Konsep Yadnya sendiri itu merupakan korban suci yang tulus ikhlas. Kalau istilahnya dalam agama ada 5 Sasaran Yadnya, disebut dengan Panca Yadnya, ada Dewa Yadnya yang ditujukan untuk Tuhan atau untuk para Dewa (Manifestasi Tuhan dalam menjalankan atau mengatur Tugas di Dunia/ Alam Semesta), ada Resi Yadnya yang ditujukan untuk guru-guru yang  Suci atau guru kerohanian, ada Pitra Yadnya yang ditujukan untuk leluhur atau tetua-tua maupun orang Tua kita, ada Manusia Yadnya yang ditujukan untuk  untuk manusia , dan yang terakhir ada Butha Yadnya yang ditujukan untuk para Buddha atau makhluk yang berada di bawah kita seperti para Bhuta kala ataupun hewan dan tumbuhan. 

Nah untuk Bhuta Yadnya sendiri ada beberapa contoh Sebenarnya masih banyak sih, contoh dari Bhuta Yadnya seperti pecaruan ,  terus ada juga Ngeyehin Karang ada juga untuk Tumbuhan (Tumpek Bubuh, unduh atau pengatag ) , pada saat tumpek kandang untuk menghormati para hewan ataupun binatang dan masih ada yang lainnya (dibahas di lain kesempatan, jika ada yang membutuhkan , hehehe 😄)
Nasi Bayuan

Sering kita mendengar pepatah kalau kita hidup sebenarnya tempat atau yang kita dapatkan sekarang di dunia ini hanyalah pinjaman dan semua ini hanyalah titipan yang mesti kita jaga, sebaik mungkin dan akan kita kembalikan Kepada beliau atau Tuhan. Khusus sekarang saya akan coba sedikit membahas tentang Ngeyehin Karang. Ngeyehin Karang merupakan konsep menyucikan/ menetralkan pekarangan rumah atau pekarangan gedung ataupun bangunan dari Berbagai Macam penyakit, Sarwa Butha kala ataupun sarwa pamali (Pemali)  yang bersipat panas jadi menyejukkan (ngetisin), (menghilangkan sifat kerasasaan) dan mendatangkan sifat kedewataaan (sifat Dewa) , bisa juga disebut dengan Konsep Netralisir Karang. Akan tercipta Keharmonisan/ Keteduhan dalam Pekarangan sehingga tercipta Kebahagiaan . Kita sadar kita sebagai makhluk ciptaan tuhan bukan hanya manusia saja yang diciptakan akan tetapi ada beberapa yang bisa disebut sebagai makhluk astral ada juga yang disebut dengan makhluk Dunia Lain yang kita secara kasat mata tidak bisa kita lihat tapi terkadang bisa kita rasakan, di dunia Ini sebenarnya kita hidup berdampingan satu sama lain dengan mengetahui konsep seperti itu disanalah perlu kita ada rasa hormat dan saling menghargai satu sama lain. Dari beberapa yang pernah saya ajak berdiskusi yaitu beberapa tetua mengatakan bahwa kalau misalkan di siang ini merupakan alam kita kalau sudah malam itu merupakan sudah milih alam lain, kayaknya kita perlu mengistirahat kan diri untuk memberikan ruang  bagi makhluk alam lain untuk melakukan aktivitas agar kita juga tidak diganggu dan kita juga tidak mengganggu mereka. 

Dalam ngeyein Karang itu sendiri kita membersihkan atau menyucikan tempat kita atau tempat tinggal kita ada tempat yang sudah kita jadikan tempat tinggal atau  beraktivitas agar beberapa makhluk dari alam lain tidak mengganggu kita  atau kita juga tidak mengganggu  mereka , dan  tempat itu ternetralisir , kalau sering diistilahkan Nyomnya Bhuta kala. 

Maksud dari menetralisir merupakan penyeimbangan alam atas (Akasa) dan bawah (Pertiwi), dan alam Tempat kita atau alam tengah. Sebenarnya kalau dikaji dengan Ilmu Weda masih banyak yang ada, dan kita sadar masih banyak yang belum di ketahui. 

Secara umum ngeyein karang yang ada di Pedawa, mirip seperti pecaruan tapi ada perbedaan/ tidak sama. Memang kita kalau membahas tentang Yadnya ada beberapa tingkatan dari Utama, Madya dan Nista, Yang tidak lepas dari Tatwa, Etika dan Susila. Tergantung dari kemampuan pembuat Yadnya tanpa perlu mengurangi makna dan sarana. Begitu Juga jika ada perbedaan mengenai Tata Cara, selain dari pemilik Yadnya itu sendiri, ini juga jadi tanggung jawab pemimpin Yadnya, secara sekala dan Niskala. Makanya Jika ada Perbedaan jangan pernah diperdebatkan, kecuali jika ada kurang dari sarana dan maknanya bisa komunikasikan Dengan baik untuk menghindari ketersinggungan dan  bisa saling melengkapi, dengan tetap saling menjaga dan salingenghormati satu sama lain, semua Yadnya itu Baik. Mari saling Mulat Sarira. 
Bandung Rangki : Rumah Adat Desa Pedawa

Dalan Ngeyein Karang yang ada di Pedawa bukan hanya hanya di Karang itu saja tapi ada beberapa runtutan kegiatan yadnya yang dilalui. Pertama kita membawa Pabuan kepada yang Kita tunjuk, ada meminta bantuan kepada orang sebagai pemuput Yadnya, ada juga untuk yang kita minta tolong untuk membuatkan Banten. Adapun beberapa kelengkapan banten Ada Berbagai macam mpulan yaitu Mpulan tiing bali, buluh, ampel. Toya Cangkup, paung batu, yeh mara tumbuh, ngapit munduk, capcapan, semer, yeh anyar. Banten Pengulapan, tegen-tegenan, caru, teenan bakulan, Pengundang, gula kelapa, gula sokan, isin gumi sperti Ketan sokan, injin , kelengkapan tambahan sokan, tipat gong, tipat bekel, Caru atuwunan, Canang sari, Nasi bayuan, ada alat perkakas pembantu sepwrti  gelutuk,  dapak , blakas . Next itu mepiuning (tahap pemberitahuan, memohon izin, meminta berkah) biasanya mepiuning bisa di  di tempat penekan base atau di Ulun pegulingan, dengan acara namanya biasanya disebut menekang base, ada Juga Nunas (Mepinunasan) kepada Sesuwunan atau Penembahan yang ada. Selanjutnya ada acara ngae banten biasanya ya acara ini untuk menyiapkan tempat upacara dan biasanya meminta bantuan kepada keluarga atau orang-orang sekitar ataupun tetangga. Terus ada acara membuat Banten ataupun jika misalkan membeli Banten, Sangat lengkap dari beberapa berisi hasil bumi yang memiliki makna tersendiri . Selanjutnya ada deretan acaranya, mulai dari ngaturin  penunggun Karang, Trus acara pacaruan kecil atau yang sederhana, Dan Puncaknya Mepenunasan (Mohon berkah kepada Ida ) , Ada juga pelaksanaan ngamah nasi bayuan ( dengan tujuan memperikan persembahan atau sesuguhan kepada para Butha) , uniknya disini ada beberapa orang yang makan nasi bayuan itu, sebagai repleksi atau contoh bhuta kala sudah menerima suguhannya, ada proses ngider Bhuana (Nyiratang tirta mengitari pekarangan dan bangunan dalam, dan lainnya. 

Setelah selesai maka akan ada namanya proses mebrata, sehari tidak melaksanakan aktivitas pembersihan untuk menghormati upacara bahwa karang tersebut sudah disucikan atau dibersihkan atau ada repleksi etika upacara. Untuk ngeret Indriya atau menekan sad ripu atau musuh dalam diri kita. Terkadang, walau dalam satu Desa Sendiri ada sedikit perbedaan mengenai sarana yang digunakan, Tata cara atau runtutan acara itu beberapa dari kebiasaan yang telah ada yang bersifat fleksibel dan tidak memaksa, asalkan tidak mengurangi makna. Ini kembali lagi kepada Keiklasan kita yang beryadnya. Asalkan kita iklas dari lubuk hati yang terdalam, segala yadnya atau persembahan pasti akan diterima. Itulah kuci dari segala Yadnya. 

Itulah beberapa hal yang bisa saya jelaskan Jadi kalau misalkan tanpa ada video atau secara audiovisual Memang agak sedikit sulit, Intinya satu untuk menjaga keseimbangan, menyucikan pekarangan, kalau misalkan ada Sharwa butha atau Pemali yang membuat karangan itu Aura panas agar bisa menyejukkan, istilahnya Nyomya Butha kala atau sarwa Pemali. Kalau mungkin di istilahkan dalam istilah Bali menghilangkan pengaruh karang panes/  karang tenget. Apa yang berpotensi membuat keburukan di pekarangan kita. Di sana juga ada konsep Bagaimana meminta izin kepada yang yang punya karang (Medue Gumi) . 

Nanti Berkunjung aja ke Desa Pedawa biar tau jelasnya ya, Sulit jika dijelaskan hanya dengan kata-kata, Lebih bik yang memang ahlinya yang menjelaskan , agar tidak terjadi kesalahan saya dalam menyampaikan Informasi, Itulah sedikit yang bisa saya Jelaskan mengenai sekarang untuk lebih jelasnya silakan datang ke  Pedawa. di sana sudah ada orang yang mampu menjelaskan yang memiliki pengetahuan tentang adat dan budaya, ini hanya Gambaran UMUM, belum membahas secara spesifik. Untuk lebih spesifik silakan mencari informasi kepada tetua adat atau yang memiliki pengetahuan di bidang nya, masih banyak yang belum ditulis disini, untuk melengkapi silahkan datang ke Pedawa langsung ya . Akhir kata Saya berharap semoga Pedawa menjadi desa wisata yang yang hebat dan bisa mempertahankan adat dan budaya dan bisa menginspirasi semua orang. Sampai jumpa dan tetap kunjungi terus pecinta ilmu pengetahuan apapun salam hebat untuk kita semua. Walau saya anak rantauan dan jarang kepedawa, dan juga masih perlu banyak belajar, masih awam dengan Budaya. Tetapi bagi saya Pedawa Terbaik,  Pedawa I Love U Full. 

No comments:

Post a Comment