Teori Belajar Behavioristik dan implikasinya dalam pembelajaran ~ PECINTA IPA <meta content='PECINTA IPA' name='keywords'/>

PECINTA IPA

Memuat Segala Ilmu Pengetahuan


Monday, November 22, 2021

Teori Belajar Behavioristik dan implikasinya dalam pembelajaran

Teori Belajar Behavioristik dan implikasinya dalam pembelajaran

a. Pandangan Teori Belajar Behavioristik
Tahukah Anda, istilah apakah yang sering digunakan untuk menyebut teori belajar behavioristik? Ya, tepat sekali. Teori belajar behavioristik dikenal juga dengan teori belajar perilaku, karena analisis yang dilakukan pada perilaku yang tampak, dapat diukur, dilukiskan dan diramalkan. Belajar merupakan perubahan perilaku manusia  yang disebabkan karena pengaruh lingkungannya. Behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilaku individu yang belajar dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan, artinya lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Teori ini memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungannya (Schunk, 1986). Pengalaman dan pemeliharaan akan pengalaman tersebut akan membentuk perilaku individu yang belajar. Dari hal ini, munculah konsep "manusia mesin" atau Homo mechanicus (Ertmer & Newby, 1993).
Behavioristik memandang bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku 
sebagai akibat dari adanya interaksi antar stimulus dan respon (Robert, 2014). Sehingga, dapat kita pahami bahwa belajar merupakan bentuk dari suatu perubahan yang dialami peserta didik dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Peserta didik dianggap telah melakukan belajar jika dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Contohnya, peserta didik dapat dikatakan bisa membaca jika ia mampu menunjukkan kemampuan membacanya dengan baik. Menurut teori behavioristik, apa yang terjadi di antara stimulus dan respon dianggap tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur, yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respons. Oleh sebab itu, apa saja yang diberikan guru merupakan stimulus, dan apa saja yang dihasilkan peserta didik merupakan respon, semuanya harus dapat diamati dan dapat diukur. 
Behavioristik mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu  hal yang penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku tersebut. Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi 
atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil 
belajar, mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R (Stimulus – Respon) psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau enforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya. Pendidik yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkah laku peserta didik merupakan reaksi 
terhadap lingkungan dan tingkah laku adalah hasil belajar.
b. Impliaksi Teori Behavioristik dalam Kegiatan Pembelajaran
Setelah mengkaji tentang teori behavioristik maka kita ketahui bahwa istilah-istilah 
seperti hubungan stimulus-respon, individu atau peserta didik pasif, perilaku 
sebagai hasil belajar yang tampak, pembentukan perilaku (shaping) dengan 
penataan kondisi secara ketat, reinforcement dan hukuman, ini semua merupakan 
unsur-unsur yang sangat penting. Teori ini hingga sekarang masih mendominasi 
praktek pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas pada 
penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat paling dini, seperti Kelompok bermain, 
Taman Kanak-kanak, Sekolah-Dasar, Sekolah Menengah, bahkan Perguruan 
Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara pembiasaan (drill) disertai dengan 
hukuman atau reinforcement masih sering dilakukan. Mari kita kaji bersama 
bagaimanakah implikasi dari teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran? Implikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari 
beberapa hal seperti; tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik peserta didik, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa 
pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah 
terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, 
sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orangyang belajar 
atau peserta didik. Peserta didik diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pendidik atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Karena teori behavioristik memandang bahwa sebagai sesuatu yang ada di dunia nyata telah tersetruktur rapi dan teratur, maka peserta didik atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan lebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan  pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum, dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Peserta didik atau peserta didik adalah obyek yang  harus berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang 
oleh sistem yang berada di luar diri peserta didik. 

Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas "mimetic", yang menuntut peserta didik untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampilan yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Thorndike (Schunk, 2012) kemudian merumuskan 
peran yang harus dilakukan guru dalam proses pembelajaran, yaitu:
1) Membentuk kebiasaan peserta didik. Jangan berharap kebiasaan itu akan 
terbentuk dengan sendirinya.
2) Berhati-hati jangan sampai membentuk kebiasaan yang nantinya harus 
diubah, karena mengubah kebiasaan yang telah terbentuk adalah hal yang 
sangat sulit.
3) Jangan membentuk kebiasaan dengan cara yang sesuai dengan 
bagaimana kebiasaan itu akan digunakan.
4) Bentuklah kebiasaan dengan cara yang sesuai dengan bagaimana 
kebiasaan itu akan digunakan.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut satu jawaban benar. Maksudnya, bila peserta didik menjawab secara "benar" sesuai 
dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa peserta didik telah 
menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagai bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan peserta didik secara individual. Salah satu contoh pembelajaran behavioristik adalah pembelajaran terprogram (Pi/Programmed Instruction), dimana pembelajaran terprogram ini merupakan 
pengembangan dari prinsip-prinsip pembelajaran Operant conditioning yang di bawa oleh Skinner. Schunk (2012) menyatakan bahwa pembelajaran terprogram melibatkan beberapa prinsip pembelajaran. Dalam pembelajaran terprogram, materi dibagi menjadi frame-frame secara berurutan yang setiap frame memberikan informasi dalam potongan kecil dan dilengkapi dengan test yang akan direspon oleh peserta didik. Pada jaman modern ini, aplikasi teori behavioristik berkembang pada 
pembelajaran dengan powerpoint dan multimedia. Pembelajaran dengan 
powerpoint, cenderung terjadi satu arah. Materi yang disampaikan dalam bentuk 
powerpoint disusun secara rinci dan bagian-bagian kecil. Sementara itu pada 
pembelajaran dengan multimedia, peserta didik diharapkan memiliki pemahaman yang sama dengan pengembang, materi disusun dengan perencanaan yang rinci dan ketat dengan urutan yang jelas, latihan yang diberikan pun cenderung memiliki satu jawaban benar. Feedback pada pembelajaran dengan multimedia cenderung  diberikan sebagai penguatan dalam setiap soal, hal ini serupa dengan program  pembelajaran yang pernah dikembangkan Skinner (Collin, 2012). Skinner mengembangkan model pembelajaran yang disebut "teaching machine" yang memberikan feedback kepada peserta didik bila memberikan jawaban benar dalam setiap tahapan dari pertanyaan test, bukan sekedar feedback pada akhir test. Anda untuk lebih mengetahui tentang penerapan implikasi toeri belajar behavioristik dalam proses pembelajaran.

No comments:

Post a Comment